Angelina Divonis Lebih Ringan, Apa Kata KPK?
Kamis, 10 Januari 2013
Terdakwa
Angelina Sondakh (kiri) dicium ayahnya Lucky Sondakh (kanan) usai
menjalani sidang vonis yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,
Jakarta, Kamis (10/1/2013). Angie divonis 4 tahun 6 bulan penjara
dengan denda 250 juta Rupiah, karena terbukti terlibat dalam kasus
korupsi penerimaan hadiah dalam penganggaran di Kemenpora dan
Kemendiknas.
JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Angelina Sondakh divonis empat tahun enam bulan penjara
karena dianggap terbukti melakuan tindak pidana korupsi dengan menerima
uang Rp 2,5 miliar dan 1.200.000 dollar AS atas upayanya menggiring
anggaran proyek perguruan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional.
Putusan ini jauh lebih ringan daripada tuntutan tim jaksa penuntut umum
KPK yang meminta Angelina dihukum 12 tahun penjara.
Atas
putusan ini, apa pendapat KPK? Juru Bicara KPK Johan Budi, Kamis
(10/1/2013), mengatakan, pihaknya belum memutuskan apakah akan
mengajukan banding atas putusan itu atau tidak. "Kami pelajari dulu.
Kami masih punya waktu untuk menyatakan banding atau tidak," ujar Johan.
Dia
juga mengatakan, KPK menghormati keputusan yang diambil majelis hakim.
Lamanya masa hukuman Angie yang diputuskan majelis hakim ini jauh lebih
ringan daripada tuntutan jaksa karena penerapan pasal yang berbeda.
Hakim menilai, Angie terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP,
sementara jaksa memilih Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP, yang
ancaman hukumannya lebih berat, maksimal 20 tahun penjara.
Selain itu, hakim menilai, penyertaan Pasal 18 UU Tipikor mengenai pengembalian uang negara tidaklah tepat. Hakim beranggapan Angie tidak harus mengembalikan uang Rp 2,5 miliar dan 1.200.000 dollar AS yang diterimanya karena uang dari Grup Permai itu bukan termasuk uang negara.
Sementara
menurut Johan, penerapan Pasal 18 itu sebenarnya merupakan upaya KPK
dalam merampas kembali uang negara yang dinikmati para terpidana kasus
korupsi. "Namun, oleh hakim ini tidak dilihat. Ini putusan hakim, ini
adalah kewenangan hakim dan Pasal 18 dinyatakan tidak terbukti,"
ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar